Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Waspada Jebakan PayLater

Dengan berkembangnya teknologi digital, termasuk di sektor keuangan, muncul metode pembayaran baru yang disebut "bayar nanti". Tanpa hati-hati, kemudahan bertransaksi dengan skema ini bisa memancing perilaku konsumtif dan menumpuk utang pada konsumen.

Untuk menghindari jebakan ini, penting untuk bijak memilih kebutuhan dan memprioritaskan pembelanjaan dengan baik. Berdasarkan riset dari KataData Insight Center, dari 5.204 responden yang disurvei, sebanyak 16,5% adalah generasi Y (milenial) yang sering menggunakan fitur bayar nanti, sedangkan generasi Z sekitar 9,7%.

Menurut Irmawati Puan Mawar dari Relawan Edukasi Anti Hoaks Indonesia (Redaxi), skema bayar nanti mirip dengan kartu kredit yang memberikan limit belanja. Namun, jaminannya lebih rendah dari kartu kredit, sehingga lebih menarik bagi konsumen.

Adapun keuntungan yang ditawarkan oleh bayar nanti adalah mudah dalam bertransaksi, cepat dan efisien. Irmawati menyebutkan bahwa umumnya, milenial membeli gadget seperti ponsel atau laptop menggunakan fitur bayar nanti, sementara generasi Z menggunakannya untuk membeli produk mode dan aksesori. Demikian dalam sebuah webinar yang berjudul "Menelusuri Popularitas Generasi Muda pada Sistem Pembayaran Digital 'Bayar Nanti'"

Ia menambahkan, PayLater bekerja dengan cara konsumen membeli barang atau jasa dari merchant yang menyediakan fasilitas ini. Konsumen memiliki tenor pembayaran sesuai kebutuhannya, seperti 30 hari hingga 12 bulan.

Lalu, konsumen harus melakukan pembayaran secara berkala sesuai tenor dan suku bunga yang diterapkan. Irmawati menekankan pentingnya berhati-hati dalam menggunakan fitur PayLater, karena boros dan tidak cermat dalam memakainya bisa menyebabkan tumpukan utang. Oleh karena itu, ia menyarankan untuk memahami persyaratan terlebih dahulu sebelum memilih pembayaran dengan skema ini dan pastikan untuk membayar cicilan tepat waktu.

Mengelola Keuangan dengan Bijak

Mengatur keuangan secara baik bisa menjadi solusi untuk menghindari terperangkap dalam skema PayLater. Menurut Clara Novita Anggraini, seorang dosen Ilmu Komunikasi Telkom University, dibutuhkan perencanaan keuangan yang matang untuk menghindari kecanduan atau tergantung pada skema PayLater. Untuk melakukannya, kenali jenis kebutuhan sehari-hari, tentukan proporsi dan buat anggaran bulanan, serta selalu catat semua transaksi keuangan dan berkomitmen pada disiplin berbelanja. "Ingatlah, ada risiko besar di balik kemudahan PayLater. Jika terlambat membayar cicilan, bunga utang akan terus bertambah," tegas Clara.

Menunda pembayaran bisa menimbulkan konsekuensi buruk, menurut Clara. Pelanggan akan terblokir dari daftar hitam dan bahkan mungkin ditagih oleh penagih utang atau debt collector. Oleh karena itu, ia menegaskan pentingnya membayar cicilan tepat waktu.

Menurut dosen Universitas Dipa Makassar, Indra Samsie, untuk menghindari gaya hidup yang boros, ia memberikan tips perencanaan keuangan yang ia sebut "10-20-30-40". Angka 10 mewakili persentase dari penghasilan bulanan yang harus disisihkan untuk amal atau kebaikan. Angka 20 mewakili persentase yang harus disisihkan untuk dana darurat, investasi, dan asuransi. Angka 30 mewakili persentase untuk pembiayaan produktif, dan angka 40 mewakili persentase yang harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer.

Posting Komentar untuk "Waspada Jebakan PayLater"